Nado
Saranghae .. Aku juga mencintaimu .. I Love You Too
Badai salju menyelimuti bumi Korea.
Penerbangan pesawat dari Bandara Incheon ke Jakarta terpaksa tertunda. “Huuuuffff...”
Sesekali terdengar desahan nafas Viko yang kecewa sambil sesekali tangannya mencoret
coret selembar kertas untuk mengusir kebosanannya. Viko sudah sangat tak sabar
ingin segera pulang ke kampung halamannya karena sudah lebih dari empat tahun
ia bersama Dhea menikmati suasana Korea tanpa pulang ke Indonesia. Maklum,
mereka beruntung datang kesini hanya karena beasiswa. Jadi mereka tak mempunyai
uang yang cukup untuk biaya pulang kerumah atau sekedar hura hura dinegeri
orang.
“Brrr..” Viko merasakan dinginnya
salju hingga merasuk ketulang tulang. Ia sudah menunggu di Bandara sejak
kemarin malam bersama teman baiknya. Beruntung Viko mempunyai teman seperhatian
Dhea yang sudah sangat membantunya selama ini. Tapi sayang, saat Viko sudah
menyelesaikan studynya yang setara S1nya disini. Dhea tetap tinggal di Korea
karena ingin meneruskan studynya sampai S2.
“Nih.” Dhea memberikan secangkir
cappucino untuknya.
“Gamsahamnida.” Ucapnya berterima
kasih.
“Gak kerasa ya, udah empat tahun
kita kesini.” Dhea memulai pembicaraan sambil melirik Viko yang sudah sangat
menggigil kedinginan.
“Iya. Rasanya cepet banget.” Viko menatap
sahabatnya lekat. Ia memperhatikan jelas raut mukanya. Pastinya, ia akan sangat
kangen pada sosok orang yang ada didekatnya. “Loe yakin, bener bener mau nerusin
beasiswa loe disini.” Nadanya mulai serius.
Dhea nampak berfikir kemudian
mengernyitkan dahinya. Sesekali ia mendesah. Tapi kemudian tersenyum menatap
Viko.
“Kalok nggak ada gue, loe tetep bisa
jaga diri kan?” Tanya Viko khawatir.
Hahahahahahaha. Tawa Dhea meledak.
“Apa nggak kebalik ya. Bukannya gue yang harusnya ngomong kaya gitu. Elo kan
tiap hari nyusahin gue, bantuin buat tugas lah, laporan lah, makalah lah. Minta
dimasakin. Minta dibeliin obat kalok sakit. Nyuruh gue ini itu. Sekarang,
harusnya gue tanya. Gimana nasib idup lo kalok nggak ada gue? Haaa!!!”
Hehehehe. Viko terkekeh. Ada
benarnya juga perkataan Dhea. Memang selama ini Dhea banyak banget bantuin
hidupnya di Korea. Mungkin kalok nggak ada Dhea gue belum lulus sampek
sekarang. “Thanxs ya.” Viko berterima kasih untuk kedua kalinya untuk hari ini.
Dan kalau ditotalin sejak empat tahun yang lalu, mungkin ini sudah keseribu
kalinya Viko mengucapkan terima kasih pada Dhea karena ketulusan membantunya.
Suara pengumuman terdengar jelas.
Satu jam lagi pesawat Viko akan segera berangkat. Lagi lagi Dhea tersenyum,
tapi Viko malah terlihat murung.
“Loh kok murung?” Tanya Dhea
penasaran.
“Seandainya loe ikut sama gue balik,
gue pasti nggak sesedih ini.”
“Come on. Palingan bentar lagi gue
juga nyusul elo kok. So, tunggu aja.”
Viko tersenyum lagi. “Bener ya.”
“Iya.” Jawabnya mantap. “Ok. Loe
udah cek kan, barang barang bawaan lo. Baju, tas, oleh oleh, semuanya lengakap
kan.”
“Lengkap dong.” Tangan Viko merogoh
saku jaketnya. Sepertinya ia mengambil sesuatu. Tetapi ia agak kesusahan saat
ia mengambilnya. Sebuah kotak kecil berwarna merah berhasil ia keluarkan. “Liat
deh.”
Dhea penasaran. “Apaan nih.” Dhea
meraih kotak itu dan membukanya. “Waahhh.” Tangan Dhea gemetar. Ia terbelalak.
Sebuah cincin emas cantik diberikan oleh sosok lelaki dihadapannya. “Cantik
banget Vik.” Katanya lagi. Ia tersenyum gembira. Dicabutnya cincin itu dari
tempat kotak itu dan menimang nimang cincin itu. Benar benar bagus banget. Ia
tak percaya Viko akan memberikan cincin semanis itu untuknya. Dhea sumringah.
Dhea melihat detail cincin itu, Ia
menemukan suatu hal yang membuatnya sangat terkejut. Sebuah nama terukir jelas.
‘Kirana’. Ternyata cincin itu bukan untuknya. Melainkan untuk Kirana yang juga
sahabat lamanya di Jakarta. Dhea menyembunyikan rasa kecewanya dengan sedikit candaan.
“Loe masih cinta sama Kirana?” Tanyanya penasaran.
“Iya lah Dhe. Dia itu cinta pertama
gue dan seterusnya akan cinta sama dia.”
“Tapi, bukannya loe udah ditolak
mentah mentah ya sama dia.” Dhea menata kembali kata katanya untuk
menyembunyikan perasaannya.
“Iya sih, tapi pas dia tau gue
kuliah diluar negri. Dia ngasih kesempatan ke gue. Kalok gue udah jadi orang
yang sukses. Dia janji dia bakal mertimbangin gue jadi pacarnya.”
“Loe yakin?” Tanya Dhea lagi.
Viko tersenyum. “Pastilah gue yakin.
Gue cinta banget sama dia. Gue yakin dia bakal nerima ketulusan gue.”
Dhea tersenyum. “Ok. Good luck ya
buat semuanya.”
“Setelah gue bener bener diterima
kerja diperusahaan tempat gue ngelamar itu. Gue pengen langsung ngelamar dia.”
“Apa?” Dhea nyesek mendengar kata
kata terakhir Viko. Namun Dhea tetap saja masih tersenyum mencoba membendung
air matanya yang sudah mulai keluar.
Pesawat Viko sudah akan berangkat.
Viko berpamitan pada Dhea. Sebuah pelukan hangat diterima oleh Dhea. Sepertinya
Dhea tak ingin melepaskan pelukan ini. Ia ingin segera menghentikan waktu untuk
tetap bersama Viko seperti ini. Tapi malang, Viko dan Dhea tetap berpisah. Dhea
hanya bisa melihat punggung Viko berjalan menjauh. Saat itu juga Dhea
menumpahkan tangisannya. Ia tak rela. Ia tak rela harus kehilangan Viko. Ia tak
rela harus melihat Viko bersama orang lain. Andaikan dia tahu, kalok Dhea
sangat amat mencintainya.
#
# #
Viko tiba di bandara Soekarno Hatta
tepat pukul 5 pagi. Huaaahhh.. Ia menghirup nafas dalam dalam. Sudah lama
sekali ia tak merasakan udara Indonesia. Hiruk pikuk kota Jakarta belum begitu
dirasakannya. Maklum, jam segini orang orang masih pada molor di rumahnya
masing masing.
Mata Viko liar, sebenernya ia sudah
janjian dengan Karina untuk menjemputnya. Tapi nihil, dia tidak bertemu Kirana.
Tangannya meraih Hand Phone dan memanggilnya. Tapi sayang, HP Kirana tidak
aktif. Padahal rasa kangennya pada gadis pujaannya sudah diujung tanduk, ia
sangat ingin bertemu dengan Kirana. Viko terduduk, menunggu Kirana. Mungkin dia
hanya telat sebentar. Ditimang timang foto Kirana yang dijadikan walpaper
HandPhonenya. “Aku kangen kamu ....” Desisnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 7, dua
jam ia menunggui gadisnya tapi tak ada hasil. Ia mencoba memanggilnya tapi
masih tidak aktif. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang sendiri naik taxi.
Setibanya dirumah, Viko disambut
layaknya Presiden. Semua keluarganya berkumpul menemui dan mengerumuni Viko.
Viko geli sendiri, saat semuanya berebutan untuk memeluk dirinya. Tapi, ia juga
tak menyembunyikan kegembiraannya saat melihat wajah orang tuanya tersenyum
bangga.
Hari sudah larut, tapi Viko tak
sabar ingin menemui Kirana. Ia bahkan nekat pergi kerumahnya. Diketok pintu
rumahnya keras. Menunggu jawaban dari siempunya rumah. Penantian Viko
membuahkan hasil. Pinu dibuka, senyum manis Kirana terpasang jelas.
“Hai ..” Viko gerogi. “Apa kabar?”
Viko salah tingkah. Sudah empat tahun ia tak bertemu orang yang sangat
dicintainya dan sekarang berdiri dihadapannya. Tanpa ba bi bu, ia langsung
memberikan sekotak cincin untuknya dan langsung melamarnya. “Kamu pernah
bilang, kamu bakalan nunggu aku. Kamu bilang kamu bakalan terima aku kalok aku
udah balik dan sukses. Sekarang aku udah balik, apa kamu mau terima aku?”
Jantung viko berdetak keras.
Senyum Kirana melebar. “Kamu bener
bener diterima jadi manager di Perusahaan itu?”
Viko mengangguk.
Kirana tak bisa menyembunyikan rasa
gembiranya. “I Love you too.” Kirana cepat cepat memeluk Viko. Setelah sekian
lama, akhirnya Viko berhasil mendapatkan cinta Kirana.
“Marry me ...” Viko memohon.
“Tapi ...” Kirana nampak berfikir.
Usianya masih belum begitu dewasa, tapi ia tiba tiba sudah dilamar. Apa dia
sanggup untuk menikah dan menjadi seorang ibu rumah tangga.
“Aku pengen aku udah menikah saat
aku nerusin kuliah S2 ku. Aku pengen kamu nemenin aku dihari hariku nanti.
Plisss, terima aku.”
Kirana berfikir lagi. Viko bakalan
kuliah lagi. Viko yang ia kenal sekarang bukanlah Viko yang dulu. Ia sudah
mapan, pintar dan tambah ganteng sekarang. Nggak seperti Viko yang dulu, yang
miskin yang udik yang dikiranya tak mempunyai masa depan. Kirana tak mungkin
menyia nyiakan kesempatan emas ini. Dia bakalan hidup makmur kalau menikah
dengan pria ini.
“Iya, aku mau ...” Jawabnya tegas.
Viko teramat senang. Ia memeluk
Kirana dengan erat. Belum pernah ia sebahagia ini. Wanita yang ia idam idamkan
menerima lamarannya.
Hari berganti Minggu, Minggu
berganti Bulan, Bulan berganti tahun. Tahun ini, tepat bulan depan, pesta
pernikahan Kirana dan Viko digelar. Banyak teman temannya syok atas keputusan
ini. Tak hanya usia mereka yang masih sangat muda. Apakah mereka yakin akan
melangkahkan kakinya untuk benar benar menikah. Saat pertama kali mendengar
berita ini, Dhea syok setengah mati. Mana mungkin Viko setega itu dan langsung
menikah sementara Dhea sahabatnya dari kecil masih melanjutkan studynya
diKorea. Hati Dhea benar benar hancur. Ia masih tak percaya. Seandainya Viko
tahu kalau Dhea juga sangat mencintainya.
Tapi sayang. Viko sudah mengambil
keputusan. Dia akan menikah. Untuk menuruti kemauan calon istrinya yang gila
kemewahan ia harus bela belain beli baju pengantin import dan pergi mengunjungi
designernya sendiri.
Naas. Ditengah perjalanan, Viko
kecelakaan. Saat itu Kirana berhasil selamat. Mobil Viko dihantam dari depan
oleh sebuah mini bus. Kirana hanya mengalami luka ringan karena ia duduk di jok
mobil belakang menunggui barang belanjaannya. Sedangkan Viko sangat parah,
mukanya sebelah kiri remuk. Guratan guratan lukanya membekas menyeramkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar