Nado
Saranghae .. Aku juga mencintaimu .. I Love You Too
( bagian 2 )
....... Semua
keluarganya sangat syok, apalagi Kirana. Kirana masih tak terima kalau calon
suaminya cacat. Ia bingung harus bagaimana, ia meminta para dokter untuk segera
memperbaiki mukanya. Tapi sayang, operasi tidak bisa dilakukan sekarang karena
kondisi Viko masih belum pulih benar dan hal itu membuatnya sangat kecewa.
Berita duka itu ternyata telah
sampai ke negeri Korea. Tak usah fikir panjang lagi Dhea langsung memesan tiket
untuk pulang dengan sisa tabungannya yang masih ada meskipun dia saat ini
sedang dalam ujian. Ia tak peduli, yang ia pedulikan hanya kesehatan Viko.
Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta ia tak menuju rumahnya melainkan menuju
Rumah Sakit ke tempat Viko dirawat. Sayang, Dhea kesana tak membuahkan hasil,
Viko sudah dibawa kerumah karena ia tetap harus melangsungkan pernikahanya
dengan Kirana. Dhea syok setengah mati, ternyata ia salah langkah. Jauh jauh
dari Korea ternyata hanya harus menyaksikan orang yang dicintainya menikah
dengan wanita lain. Kaki Dhea lemas, ia tak percaya, tapi kemudian ia bangkit
lagi, ia harus kuat, apapun yang terjadi ia harus mau melihat orang yang
dicintainya bahagia.
Dengan langkah yang gontai ia menuju
hotel tempat pernikahan Viko diselenggarakan. Orang orang sudah berkumpul
disana, menunggu sang mempelai wanita yang tak kunjung datang dari setengah jam
yang lalu. Dhea bingung, setelah menanyai banyak orang disana, ia berhasil
mendapatkan kamar tempat Viko dirias.
“Viko ...” Panggil Dhea.
Viko menoleh. Wajah Viko benar benar
membuat Dhea syok. Wajahnya benar benar parah. Tapi melihatnya sudah sehat
seperti ini Dhea sudah sangat bahagia. Dhea tak bisa membendung rasa kangennya,
dipeluknya Viko dengan erat.
“Dhea ...” Desisnya tak percaya.
“Loe bukannya di Korea.”
“Gue pulang pengen liat elo Vik. Loe
katanya kecelakaan. Loe udah sehat kan?” Tanyanya memburu.
Viko membalas pelukannya dengan
sangat erat pula.
“Selamet ya, loe bakalan jadi suami
muda sukses.” Kata Dhea lagi.
Viko melepas pelukannya. Mukanya
mendadak sayu. “Aku harap begitu Dhe.”
Suara ketoka pintu mengagetkan
mereka berdua. Orang tua Viko datang dengan wajah yang sangat sedih. “Maaf nak
kalau ini berita buruk. Barusan orang tua Kirana telfon, mendadak ia harus
berangkat ke Bali karena harus tes wawancara. Dia diterima kerja disana. Dan
mereka juga bilang kalau pernikahan ini dibatalkan.”
“Apa???” Malah Dhea yang pertama kali
syok. “Hari H dia menikah malah membatalkan gitu aja via telfon. Apa dia gila
tante? Ini hari pernikahan mereka berdua?”
Viko menenangkan Dhea. “Udah Dhe,
udah.” Viko sedikit mendesah. “Gue tahu kalau dia udah nggak mau sama gue.”
Viko berusaha tegar membendung air matanya. “Gue tahu dia nggak bisa nerima gue
karena sekarang gue udah cacat. Gue nyadar kok.” Viko tersenyum, kemudian
menatap orang tuanya. “Nggak akan ada orang yang menikah hari ini. Semua
kejadian ini, nyadarin aku buat tahu sifat dia sebenernya.”
Dhea
menatap mereka dengan tangisan. Setega itukah Kirana melakukan semua ini?
Tanyanya dalam hati.
Hari selanjutnya, Dhea masih menemui
Viko. Dhea ingin menemani hari harinya yang kacau. “Viko ...” Tanyanya pelan.
Viko menoleh. “Gue tau ini bukan
waktu yang tepat. Tapi besok gue udah balik lagi ke Korea. Gue takut nggak
punya kesempatan buat ngomong ini.” Dhea nampak berfikir. “Gue cinta sama elo.”
Viko ternganga. Lima detik ia diam.
Tapi akhirnya Viko membuka suara. “Sejak kapan?”
“Sejak kita masih sekolah bareng,
ngapa ngapain bareng. Sejak ...” Dhea melihat ekspresi Viko, sepertinya Viko
tak senang. Dhea tahu ini bakalan terjadi. Viko tidak pernah mencintainya.
Akhirnya Dhea diam tak melanjutkan kata katanya.
“Hahaha.” Dhea tertawa. “Gue tahu
kok. Lupain aja. Nggak papa kalik kalok loe nggak bisa, gue ngerti. Nggak usah
terlalu dipikirin.”
Viko menangis. “Maafin aku.” Viko
memeluk erat Dhea. Dhea tahu kalau saat ini Viko tidak bisa menjawab apa apa.
Yang dia cintai dari dulu sampai sekarang tetap sama. Kirana.
“Apa loe nggak jijik liat wajah
gue.” Tanya Viko ditengah tangisannya.
“Apa loe sepicik itu nganggep gue
cinta sama elo hanya dari fisik doang.”
“Sorry.” Viko minta maaf lagi. Tapi
kemudian memeluk Dhea lagi. Dhea masih bingung pelukan macam apa ini. Yang
jelas, Dhea tahu kalau Viko butuh menata hatinya karena ditnggal oleh Kirana.
Tahun berganti. Dhea sudah berada di
Seoul Korea. Malam hari, ia sibuk harus menyiapkan tugas dan laporan kuliahnya.
Tapi HandPhonenya bergetar.
“Yoppseo.” Jawabnya. “Duguseyo?”
Tanyanya menanyakan siapa orang yang menelfonnya.
“Loe mesti ke Rumah sakit sekarang.
Gue pengen tahu gue tambah ganteng apa nggak.”
Dhea kaget. “Viko... ini suara viko
kan? Loe di Korea?”
“Cepetan kesini!” Viko memberikan
alamat rumah sakit tempat ia dirawat. Dhea hanya terkaget kaget. Lagi lagi ia
melupakan kuliah hanya untuk mengurusi orang seperti ini.
Setibanya di Rumah sakit, ia mencari
kamar tempat Viko dirawat, Dhea was was. Apa benar Viko berada disini. Kamar
23. Dapat. Dhea menemukannya. Dibukanya pintu itu perlahan. Sepi. Tak ada suara
dari kamar ini. Tapi mata Dhea liar, ia menemukan sosok Viko yang
membelakanginya menghadap kaca melihat keluar.
“Viko ...”
Viko membalikkan badannya. Dhea
dibuat kaget olehnya. Wajah Viko kembali seperti semula. Jauh lebih tampan dari
yang aslinya. “Vik, elo ...”
Viko tersenyum menghampirinya. “Iya,
gue operasi plastik disini. Gimana gue ganteng kan?” Tanya Viko terkekeh.
“Kenapa loe nggak bilang bilang?
Kenapa tiba tiba disini? Kenapa nggak ada kabar? Berbulan bulan ini kenapa loe
nggak ngangkat telfon gue? Loe mau menhindar? Tapi bukan gini caranya?” Dhea
menahan tangis.
“Hey.” Viko mengelus kepala Dhea.
“Gue cuman bikin surprise buat elo.”
“Tapi nggak gini Vik.”
Viko memeluk Dhea erat. Erat sekali
hingga Dhea susah bernafas. Tapi Dhea diam saja. Ia nyaman dipeluk seperti ini
dengan Viko. “Gue sayang sama elo Dhe, Lo masih sayang kan sama gue?”
Dhea terdiam. Lama sekali. Dhea tak
menyangka Viko bakalan ngomong seprerti ini. Dhea menatap Viko lama, apa dia
sadar ngomong seperti itu.
Brak. Tiba tiba pintu dibuka. Kirana
tiba tiba disini. Secepat kilat ia langsung merebut Viko dari Dhea untuk jatuh
kepelukannya. “Gue cinta elo Vik.” Katanya lagi. “Ayo kita nikah. Gue nyesel
mentingin kerjaan dari pada elo.”
Viko diam saja diperlakukan seperti
itu. Dhea ternganga, ternyata sayang itu hanya sebagai sahabat. Dhea tiba tiba
mengambil langkah menjauh dari tempat itu dan langsung pergi. Ia terduduk
ditaman. Ia luapkan kekesalannya disana. Dhea menangis sejadi jadinya.
Seseorang lelaki datang menemuinya,
sebenarnya dia tadi berusaha mengejarnya tapi lari Dhea begitu kencang hingga
akhirnya lelaki itu menemukan Dhea disini.
“Kenapa loe pergi Dhe.”
Cepat cepat Dhea menghapus air
matanya. “Oh, enggak kok. Gue takut ngganggu. Kirana ternyata juga ada disini.
Sorry ya.” Dhea berusaha tegar walaupun ia tak bisa menyembunyikan sepenuhnya
rasa sakit hatinya.
“Gue juga nggak tahu kenapa Kirana
dateng kesini. Gue juga kaget kenapa dia tiba tiba disini. Yang gue kasih tahu
gue disini itu cuman elo Dhe, cuman elo.” Tegasnya lagi.
Dhea bangkit, ia ingin pulang. Ia
tak kuat harus begini terus menyaksikan rasa sakitnya bersama Viko. Tapi Viko
menahannya.
“Plis, jangan pergi lagi.” Viko
memohon. Ia mengeluarkan sebuah kotak ungu dan diberikannya pada Dhea. Viko
membantu membukanya. Sebuah cincin. Dhea meraihnya.
Dhea menangis. “Apa loe sengaja buat
gue sakit hati lagi? Kalok loe mau ngasih ke Kirana, kasih aja sendiri. Jangan
loe liatin ke gue?” Dhea menampik cincin itu.
Viko tak henti hentinya menenangkan
Dhea yang memberontak ingin pergi dari tempat itu. Kini Dhea benar benar tak
bisa menahan tangisannya. Pipi Dhea kini sudah basah akan air matanya. Viko
tetap berusaha memberikan cincin itu pada Dhea. Sekilas dia memperhatikan
cincin itu. Betapa kagetnya dia saat ia melihat namanya terukir jelas dicincin
itu. ‘Dhea’.
“Cincin ini buat elo.” Kata Viko.
Dhea tertunduk lemas. “Tapi.” Dhea
masih terisak. “Kirana dateng buat elo. Dia cinta sama elo. Loe seharusnya
ngelamar dia lagi. Dia bener bener nyesel udah ninggalin elo. Bukannya Kirana
itu cinta mati loe? Gue nggak mau elo nyesel.”
Viko mengusap air mata Dhea dan
menahan kepalanya untuk tetap sejajar dengan kepalanya. Hanya tiga centi
jaraknya dengan wajah Dhea. “Kirana itu cuman cinta sama harta gue. Dia kembali
juga karena gue udah operasi plastik. Gue nggak akan pernah nyesel kalok gue
nikahnya sama elo. Loe mau kan nikah sama gue?” Tanyanya berharap.
“Tapi.” Belum sempat Dhea memberikan
komentar apa apa. Viko melumat bibir Dhea lama. Lama sekali. Tak ada
pemberontakan dari Dhea. Dhea juga sangat menginginkannya.
Kini Viko memeluk Dhea dengan sangat
erat, merasakan tubuhnya mengobati rasa kangennya. “Makasih udah tulus cinta
sama gue. Gue cinta elo. Loe mau kan nikah sama gue?”
Dhea mengangguk. “Iya, gue mau. Mau
banget.” Katanya sambil memeluk Viko erat.
“Saranghae” Dhea berucap lagi
“Nado Saranghae”Viko membalas.
by
Devi Nandasari